Lelaki yang Terindah (5)

Waktu mengubah segala-galanya tanpa pandang bulu. Para kekasih telah meninggalkan aku. Aku telah berpisah dengan lelaki maupun wanita itu. Dengan hati yang patah, perasaan kosong dan kelabu, kusurukkan diriku dalam beban kerja yang mengalir seperti tiada habis-habisnya. Kuhabiskan hari-hariku dengan ketegangan di bursa saham dan kasino gelap, maupun negosiasi bisnis di resto-resto mahal yang gemerlap. Kadang-kadang kujumpai seorang wanita yang mengajak kencan ke disko atau hotel berbintang. Tapi, semua itu segera terasa membosankan. Aku telah membeli semua impian kenikmatan yang ditawarkan kota besar, namun aku tetap saja merasa hidupku cuma begini-begini saja – tawar, hambar, dan tanpa kejutan.
Sesekali aku masih teringat kepada lelaki yang terindah itu. Ternyata aku tidak pernah benar-benar bisa melupakannya. Dari radio di mobilku, mengalun sepotong lagu.
Maafkanlah daku,
Lupakanlah kita pernah saling cinta…
Kupikir aku tidak usah benar-benar melupakannya. Biarlah sesekali aku teringat padanya. Bagiku ia tetap saja seorang lelaki terindah di dunia. Kupikir, kita tak perlu melupakan siapa pun yang pernah kita cintai.
Kira-kira setahun setelah mendengar lagu itu, kudengar lelaki terindah itu bunuh diri, menembak kemaluannya sendiri.
Aku harus mencari seorang kawan, seorang sahabat. Aku ingin membuat pengakuan atas semua dosa-dosa, yang telah dan akan aku lakukan.

0 comments: