Lelaki yang Terindah (1)

Suatu ketika dalam hidupku yang cuma begini-begini saja, aku menjumpai seorang lelaki yang terindah di dunia. Aku tak pernah bermimpi, betapa dalam hidupku yang tawar, hambar dan nyaris tanpa kejutan, suatu ketika akan kualami percintaan yang begini rupa. Aku memang tak pernah sedikit pun menyangka, di dunia ini ada seorang lelaki seperti dia, yang wajahnya begitu cantik dan matanya bisa menatapku dengan penuh cinta.
Semua ini dimulai dari sebuah salon termahal di Jakarta, ketika aku duduk di kursi itu, siap digunting, dan menatap ke arah cermin. Kulihat dia siap menggarap rambutku yang basah, tapi kulambaikan tanganku menolaknya.
“Saya minta wanita”, kataku. Dan kulihat wajahnya dari cermin begitu kecewa.
Mestinya aku tak usah peduli tentang wajahnya yang begitu kecewa di cermin itu. Namun, kenyataannya tidak begitu. Aku tak pernah bisa mengerti kenapa wajah itu terus-menerus terbayang olehku. Sampai berhari-hari kemudian setelah peristiwa itu wajahnya masih terbayang-bayang, dan setiap kali menyadarinya aku serasa mau muntah. Meskipun aku seorang lelaki, setiap kali terbayang wajahnya, semakin kusadari betapa cantiknya wajah itu, dan betapa ia memandangku dengan penuh cinta.
Celaka. Aku merasa terganggu dan tidak bisa tidur. Celaka. Aku merasa tersentuh dan terpesona. Celaka!
Debu cinta bertebaran. Ini seperti judul sebuah novel. Debu cinta bertebaran seperti virus – kurang sehat sedikit, kita pun jadi korban. Begitulah aku selalu, terbakar dari cinta yang satu ke cinta yang lain. Sampai hatiku jadi gosong, tak tahu lagi apa artinya cinta. Wanita memberikan segala keindahan yang dimilikinya demi cinta, sampai mereka tidak punya apa-apa lagi. Toh, aku selalu mengagumi wanita. Aku tidak malu untuk mengakui, aku sangat mengagumi wanita karena kewanitaannya, apa pun bentuknya. Apa boleh buat. Tuhan telah menciptakan wanita…
Tapi, kini aku berurusan dengan lelaki. Seorang lelaki terindah di dunia. Telah beratus-ratus bahkan beribu-ribu lelaki lewat di depan mataku, namun aku tak pernah berpikir untuk mempertimbangkan keindahannya. Tentu aku tahu, seorang lelaki bisa menjadi indah, bagi seorang lelaki sekalipun. Namun, aku tak pernah sekejap pun berpikir bahwa ada seorang lelaki di dunia ini yang akan menatapku dengan pandangan penuh cinta dan kecewa – seperti biasa kulihat pada wanita. Betapa sebuah pandangan bisa begitu menggoda!
“Dulu, kenapa kamu memandangku seperti itu?”, tanyaku.
“Aku tidak tahu, kenapa aku memandangmu seperti itu. Hal seperti itu bahkan tak kualami dengan pacarku. Apakah itu yang disebut cinta pada pandangan pertama?”
“Entahlah. Apa yang akan kamu lakukan kalau aku tidak menolakmu?”
“Aku akan menggarap telingamu. Begitu kamu masuk aku sudah tahu kelemahanmu. Akan kuelus-elus telingamu, dan kamu akan memejamkan mata, dan aku akan membungkuk dan berbisik, mengatakan aku terangsang padamu”.
“Hah?”
“Aku juga mau bilang, aku akan memuaskan kamu. Apakah kamu masih akan menolak jika aku melakukannya?”
“Entahlah”
“Yang jelas, aku tahu kamu akan terangsang, seperti sekarang!”
Dan tangannya bergerak membuka ikat pinggangku.
Aku telah diseretnya ke dalam suatu petualangan di negeri antah-berantah. Keringat di tubuhnya yang tembaga, berkilat dalam cahaya malam, membuatnya seperti sebuah patung pualam. Pada malam yang sungguh-sungguh jahanam itu, ia telusuri segenap lekuk tubuhku dan kutelusuri segenap lekuk tubuhnya. Begitulah aku digulungnya, seperti gelombang laut menyerbu daratan.
Ia begitu lembut, memberi dan menanggapi. Ia begitu perkasa, terampil, dan penuh improvisasi. Setelah semuanya selesai, aku muntah-muntah.

2 comments:

anulucu said...

Aku juga suka cerita ini, gara-gara nonton pagelaran monolog yang naskahnya diadaptasi dari cerpen karya Seno Gumira Ajidarma ini. Sang aktor membawakan perannya dengan baik, keren.

try said...

Oh, udah ada monolognya ya? pasti keren tuh! :D