Patient has Limit
Seorang kerabat jauh datang ke rumah saya di sabtu pagi. Ditemani seorang sipir dia hanya diberi waktu 2 jam untuk bersilaturahmi dengan orang tua saya. Sekedar meminta pencerahan. Saya tidak pasti berapa usianya, seusia ataukah lebih muda dari saya. Dia datang dari LP. Ya, Lembaga Pemasyarakatan tempat orang-orang yang dinyatakan bersalah. Tempat orang-orang apa yang disebut ‘bukan manusia seutuhnya’ karena telah melakukan tindakan kriminal. Bukan sebuah tempat pilihan untuk orang-orang yang masih beruntung seperti kita.
Kesan pertama yang terlihat adalah dia sesungguhnya orang yang baik. Tidak ada perasaan takut ketika berbicara banyak dengan dia. Orangnya murah senyum dan suka tertawa. Walaupun kadang dia sedikit gugup. Hukuman
Mengingat apa yang telah terjadi di masa lalunya, ketika akhirnya dia membunuh pamannya sendiri. Hanya persoalan sepele. Dia cuma merasa sakit hati karena pamannya saat itu perang mulut dengan ayahnya. Yang pada akhirnya berakhir dengan perang fisik. Sekali lagi, dia sesungguhnya orang yang baik. Hanya karena didorong loyalitas kepada ayahnya maka dengan tega membunuh pamannya sendiri.
Ini adalah masalah kesabaran. Ketika seseorang tidak lagi mempunyai rasa sabar, kita akan merasa dipecundangi oleh keadaan. Sabar tidak lagi menjadi hal yang penting dijalani ketika muncul akumulasi kemarahan dan kekecewaan yang selama ini ‘tertidur lelap’ di dalam hati. Lantas sampai dimana batas kesabaran seseorang? Yang sesungguhnya kita rasa bahwa kita telah menjadi orang yang sabar, membenarkan keadaan yang kadang bertentangan dengan hati kita sendiri. Itu sudah cukup mengetahui batas kesabaran kita. Walaupun ternyata ada yang lebih penting. Mengukur kesabaran sama dengan berapa banyak pupuk yang diberikan pada padi supaya lebih subur. Dipupuk dan diberi anti
Sewaktu sabar kita berada di zona yang nyaman. Kita tidak lagi menjadi sabar ketika tidak ada lagi perasaan aman. Merasa terancam dan tertekan. Ketika rasa sayang dan cinta disapu perasaan amarah. Dan pada akhirnya kita keluar dari zona nyaman itu.
Jadi tidak perlu tercengang jika seseorang kemudian bertindak anarkis. Jangan heran ketika seorang istri dengan santai memutilasi suaminya sendiri. Dan jangan kaget ketika Narko, kerabat jauh saya itu, dengan sebilah celurit menebas leher pamannya. Mungkin
11/10/2008 07:54:00 PM
|
Labels:
illumination
|
This entry was posted on 11/10/2008 07:54:00 PM
and is filed under
illumination
.
You can follow any responses to this entry through
the RSS 2.0 feed.
You can leave a response,
or trackback from your own site.
11 comments:
It's true to some extents that patience has limit, but it doesn't mean that it gives us a right to hurt someone. Memang sulit untuk forgive n forget, tapi sepanjang masih berpegang pada Agama, Insya Allah ga akan salah jalur... (Iin lagi 'lurus') :D
> indira : Saya juga gak membenarkan kalau ketidaksabaran menyebabkan perbuatan menyakiti secara fisik.tapi begitulah kenyataannya.Sebab setiap orang mungkin berbeda menyalurkan ketidaksabarannya.seperti yang kamu bilang,ini mungkin tentang kadar keimanan :D
memang kadar sabar seseorang itu berbeda-beda..
ada orang yang teramat sabar, ada pula orang yg seperti tokoh di tuliasan mas itu...
Sabar yang berbatas :)
> mierz : iya bener..btw, saya ini mbak loh,manis lagi hihihih :p
9elaaaapp euuyyy..jeun9....!!
pekaaat ban9eed heheh..
ibu bilan9 sabar ituh nda ada batasna,tapi watQ kesabaran ituh ada batasnya......
[se9itu ajah dech] hehe
Sabar emang ada batasnya.....
> wi3nd : gelap ya say? saya nyalain lampu yak? hihihih :P
> novnov : ya, memang ada batasnya..
sabar itu subur... *jelas2 komen yang oot* :P
memang kalo lagi gak sabar pengin ngerasa jengkel aja hehehe.. tetep sabar aja deh :)
> Caroline : sabar sodaranya subur ya? *lebih oot* hahah :P
> Lyla : bener mbak..yah tetap sabar aja lah ya :D
Sabar berarti sabar, jika sudah menjurus kearah anarkis/pembunuhan, berarti ada penyakit psikologis. Naudzubilahiminzalik. Thanks
Post a Comment