Putih = cantik ?
“Try, you have bright skin”, itu kata english teacher saya. Cuma dibilang berkulit terang, gak dibilang putih? Gak apa-apa tuh. Lebih baik kulit saya dikatakan bright daripada white. Artinya, tone kulit saya berada di tengah-tengah. Dan saya gak perlu bersusah payah memutihkan kulit lagi.
Kulit kita termasuk kulit Asia yang memiliki struktur pigmen dengan sifat yang khas, yaitu warna coklat. Sementara pandangan estetika orang Asia adalah PUTIH ITU CANTIK, maka berbeda dengan pandangan orang Eropa dimana COKLAT ITU CANTIK. Karena pandangan estetika itulah sebagian besar orang Asia berusaha memutihkan kulit dengan salah satu cara yaitu penggunaan kosmetik. Tapi sebaliknya kalau gak berhati-hati dalam memilih kosmetik, justru pencoklatan kulit yang akan terjadi. Mengapa? Karena banyak kosmetik yang beredar sebenarnya tidak mepertimbangkan faktor lingkungan kita yaitu iklim Indonesia yang panas dan lembab, pigmen kulit yang akan diproduksi lebih banyak bila terpapar matahari, dan reaksi bahan-bahan kimia kosmetik terhadap kulit kita.
Banyak teman wanita saya yang ingin punya kulit putih dan halus. Bersusah-payah (dan membuang-buang uang?) membeli banyak produk kosmetik dengan label “whitening”, mulai dari body lotion, lulur sabun pemutih, bedak wajah yang mengandung pemutih (atau tampak putih), shower cream with whitener and moisture, sampai harus berobat ke dokter untuk mendapat day cream dan night cream.
Benarkah aneka pemutih kulit saat ini efisien dan aman bagi kulit? Sebaiknya jangan mudah tergoda deh dengan iming-iming “…menjadikan kulit anda tampak cantik dan putih berseri…”. Perhatikan benar kandungan bahan-bahan dalam kosmetik. Yang namanya kosmetik tuh pasti mengandung zat-zat kimia. Menurut UU Kesehatan, zat-zat kimia dalam kosmetik hanya berfungsi untuk merawat dan memperindah penampilan, bukan untuk terapi seperti obat. Selain itu, kosmetik juga tidak boleh mempengaruhi fungsi fisiologis tubuh dan hanya boleh bekerja di lapisan epidermis kulit.
Kosmetik yang mengandung bahan kimia seperti hidroquinon yang bekerja mengelupas kulit bagian luar dan menghambat pembentukan pigmen kulit melanin, hanya diperbolehkan sebanyak 2%. Kalau lebih dari ketentuan ini, produk dapat menimbulkan iritasi kulit dan merusak melanin. Padahal melanin berfungsi melindungi kulit dari reaksi sinar matahari. Bahan kimia lain yang dibatasi kandungannya adalah AHA (Alpha Hydroxide Acid). Pernah baca kan? Kandungan bahan ini tidak boleh lebih dari 10%. Sementara bahan-bahan seperti Asam Retinoat, Rhodamin dan Merkuri (Hg) sama sekali tidak boleh terdapat dalam produk kosmetik.
Jangan mudah percaya pada iklan produk kosmetik yang berlebihan dan berefek instan. Misalnya iklan sabun pembersih muka yang menjanjikan bisa memutihkan wajah dalam waktu tiga minggu. Jelas gak bisa dipercaya, karena ketahanan sabun atau pembersih muka paling lama hanya dua menit. Padahal supaya efektif, produk harus dipakai semalaman.
Salah satu situs kesehatan mencatat kisah seorang wanita bernama Niar (22 tahun). Demi mendapat kulit putih idaman, dia rela mengeluarkan uang hingga ratusan ribu rupiah untuk membeli paket kosmetik pemutih wajah. Dua hari pertama pemakaian berlangsung aman. Tapi menginjak hari ketiga, kulit wajahnya terkelupas dan warnanya memerah. Niar sempat mengira itu hanyalah reaksi awal kosmetik. Tapi lewat dua bulan, merah diwajahnya gak hilang. Malah, seluruh wajahnya membengkak! Setelah mendapat perawatan intensif dari dokter, dan (lagi-lagi) makan biaya besar, kulit wajahnya pun kembali normal.
Sebenarnya melakukan apapun pada tubuh kita gak ada salahnya kok, kalau itu bermaksud merawat dan memelihara. Bukankah itu lebih baik? Kita telah diciptakan sebagai manusia yang sebaik-baiknya makluk. Jadi patut dong merawat dan memelihara tubuh kita. Ini satu-satunya yang kita punya kan?
Akhirnya, sebelum mati-matian memutihkan kulit, sebaiknya harus berpikir jauh, apakah kita memang benar-benar harus berkulit putih? Sesungguhnya, pemakaian kosmetik perawatan yang hanya berefek menyegarkan, melembabkan dan menghaluskan kulit saja sudah cukup kok. Karena pemutihan kulit berarti “memaksa” terjadinya perubahan struktur melanin pada kulit yang menyebabkan kulit lebih rentan terhadap serangan matahari dan berpotensi terkena kanker kulit.
Uugh! Saya gak mau seperti itu. Cukup dengan bedak Marcks keluaran Kimia Farma dengan harga Rp6000,00 yang sudah saya pakai sejak SMA. Hasilnya, kulit saya bersih, gak jerawatan, dan gak pernah bermasalah dengan kulit (doooohhh….). Kalau mau cantik gak harus mahal, kan? ; D.
11/22/2007 11:50:00 AM
|
Labels:
people around me
|
This entry was posted on 11/22/2007 11:50:00 AM
and is filed under
people around me
.
You can follow any responses to this entry through
the RSS 2.0 feed.
You can leave a response,
or trackback from your own site.
Subscribe to:
Post Comments (Atom)
3 comments:
Betul juga, saya sendiri kasihan kepada wanita-wanita yang susah payah berusaha memutihkan kulitnya dengan kosmetik-kosmetik. Mungkin mereka korban iklan, korban stereotype "putih = cantik" atau mungkin justru untuk memikat pria yang (dianggapnya) mungkin lebih memilih wanita yang berkulit putih.
Saya sendiri lebih suka wanita yang berkulit sehat, terlebih yang 'isi' nya juga sehat :)
Salam kenal juga Try!
PS: Itu foto kamu kah (termasuk image yang terpasang di halaman depan blog)? Koq mirip Happy Salma? Atau ini hanya pengaruh monitorku yang rada2 burem? Hahaha...
iya ya kenapa sih, kadang heran juga, yg putih pengen coklat, yang coklat pengen putih, ah jadi pusing, manusia itu banyak maunya dan cantik itu relatif
kamu punya bright skin....yeahhhh!!!
itu yang membuatmu bersinar dari cewe2 lain. meski keriput mendekat hahahahaha
Post a Comment